Halaman

Searching

Desember 09, 2012

Mengenal Sistem Interkoneksi JAMALI ( Jawa Madura Bali)


Sistem interkoneksi menjadi dasar sistem tenaga listrik. Sistem tenaga listrik di Indonesia terbagi menjadi 3 peran. Pertama adalah pembangkitan. Pembangkitan tenaga listrik di Indonesia dilaksanakan oleh PLN Pembangkitan, anak perusahaan PLN yakni PT Indonesia Power dan pembangkit listrik swasta. Pembangkit ini terbagi menjadi PLTA, PLTU, PLTA, PLTD, PLTP, PLTU PLTG dan PLTGU. Kedua adalah peran transmisi yakni penyaluran yang dilakukan oleh PLN P3B. Sebelum disalurkan, tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik oleh transformator (Interbus Transformer-IBT) distep-up (dinaikkan) menjadi tegangan tinggi sebesar 500 Kv. IBT berada di sebuah tempat bernama gardu induk (GI). Untuk GI jaringan 500 kv disebut Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET). Selain untuk menaikkan tegangan GITET juga berfungsi untuk menurunkan tegangan di beberapa tempat.

Peran ketiga adalah pendistribusian daya listrik ke konsumen. Peran ini dilakukan oleh PLN Distribusi. PLN Distribusi memiliki wewenang untuk mengatur pembagian energi listrik ke konsumen. Dari situ muncul juga wewenang perniagaan yang mengatur berapa Rupiah harga listrik yang dijual ke konsumen per kwh.

Sistem interkoneksi Jamali memasok daya listrik bertegangan 500 kv melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ke seluruh wilayah Jawa, Madura dan Bali. Daya listrik ini dihasilkan dari beberapa pembangkit besar di Pulau Jawa seperti Pembangkit Suralaya di Banten, Pembangkit Tanjung Jati B di Jawa Tengah dan Pembangkit Paiton di Jawa Timur. Pengelola operasi sistem interkoneksi Jamali adalah PLN P3B Jawa Bali yang berlokasi di Gandul, Jakarta.

PLN P3B dan pembangkit listrik mutlak harus menjalin koordinasi setiap saat. Sekecil apapun gangguan pada pembangkit akan berpengaruh pada sistem interkoneksi Jamali. Seperti koordinasi antara PLN P3B Jawa Bali dan pembangkit besar. Setiap bulan PLN P3B Jawa Bali menyelenggarakan Rapat Alokasi Energi (RAE) yang melibatkan perwakilan dari seluruh pembangkit di Pulau Jawa. Pada rapat itu terjadi tawar menawar antara PLN P3B dan pembangkit terkait daya yang bisa dihasilkan oleh pembangkit pada bulan itu. Di situ pula para perwakilan dari pembangkit menyatakan sebesar apa kesiapan pembangkitnya pada bulan itu. Dari hasil tawar menawar dan laporan itu PLN P3B merangkum untuk menentukan pembangkit mana saja yang harus diberi beban penuh dan tidak per jamnya. 


PLN P3B Jawa Bali dan Region

Seperti diketahui sebelumnya bahwa sistem interkoneksi Jamali dikelola oleh PLN P3B Jawa Bali. Tugas PLN P3B dibantu oleh PLN P3B Region. P3B Region mengelola dan memelihara jaringan listrik untuk kebutuhan regionnya saja. Daya listrik yang dikelola P3B Region bertegangan lebih rendah daripada sistem interkoneksi Jamali. Daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit-pembangkit yang diatur oleh P3B Region ini disebut daya mampu. Daya listrik yang diikelola oleh P3B Region ini bertegangan 150 kV. Untuk itu kebutuhan listrik di wilayahnya, PLN P3B Region memasok listrik dari pembangkit-pembangkit kecil yang berada pada wilayah region itu. Pulau Jawa terbagi menjadi 4 region yang terdiri dari PLN P3B Region Jakarta & Banten, Region Jawa Barat, Region Jawa Tengah & DIY serta Region Jawa Timur & Bali.

Misalnya Region Jawa Tengah dan DIY. Region ini memiliki beberapa pembangkit kecil seperti PLTU, PLTGU Tambaklorok, PLTP Dieng, PLTG, PLTU Cilacap dan PLTG Sunyaragi. Ketiga pembangkit ini menyuplai jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT)150 kv di seluruh wilayah Jawa Tengah dan DIY. Jaringan SUTT dan SKTT sepanjang 2326,52 km dan 23,68 km ini terdiri dari 69 buah GI dan 5445 buah tower.

PLN P3B Region juga membutuhkan pasokan listrik dari sistem interkoneksi Jamali. Daya listrik ini disalurkan dari beberapa GITET yang berada di region. Dengan IBT, listrik bertegangan 500 kV diturunkan (step down) menjadi 150 kv. Daya listrik ini disebut sebagai daya listrik pasokan.

Selain mengelola jaringan tegangan150 kv PLN P3B Region juga bertugas memelihara instalasi jaringan sistem interkoneksi Jamali. Region Jawa Tengah memiliki 3 GITET yakni GITET PLTU Tanjung Jati B, GITET Ungaran dan GITET Pedan. GITET Ungaran dan Pedan berfungsi membagi tegangan 500 kv menjadi beberapa tegangan 150 kv. Sedangkan, GITET Tanjung Jati B berfungsi menaikkan tegangan dari pembangkit ke jaringan 500 kv. PLN P3B Region Jateng dan DIY memelihara 1156,2 km jaringan SUTET 500 kv dengan 2588 buah towernya.


Beban Harian

Secara konkret, koordinasi antara PLN P3B dan pembangkit dapat dilihat pada kurva beban harian (mengacu infografis). Kurva beban harian tersebut adalah pada sistem Jawa Tengah dan DIY. Kendati kurva beban harian antara sistem Jateng dan DIY dan sistem lain berbeda namun dapat menjelaskan koordinasi antara PLN P3B dan pembangkit secara umum. Pada pagi hingga siang hari PLN P3B mengerahkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan beban saat itu secara penuh. Alasan pengerahan PLTA di awal adalah beban listrik yang harus dipenuhi masih rendah (base load). Sementara biaya operasional PLTA juga relatif rendah. Beban yang masih rendah juga masih bisa diantisipasi oleh PLTA yang juga hanya memiliki kapasitas rendah. Berturut-turut mengikuti beban listrik juga makin tinggi. Antisipasi PLTA dibantu oleh Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) dan PLTU berenergi primer batu bara.

Saat beban puncak (peak load), PLN P3B mengerahkan PLTU, PLTG dan PLTGU, yang berenergi primer minyak secara penuh. Kenapa pembangkit ini dikerahkan terakhir? Sebab biaya operasional PLTGU ini tergolong mahal mengingat energi primernya minyak. Itulah mengapa PLN sering mengampanyekan pengurangan penggunaan listrik antara pukul 17.00-22.00. Saat itulah beban puncak terjadi. Makin besar beban yang dipikul, makin besar konsumsi pembangkit listrik pada minyak.


Free Governor dan Load Frequency Control

Selain koordinasi dalam RAE, sebenarnya pengaturan beban pembangkit juga memakai tolok ukur frekuensi. Hal ini mengantipasi penambahan beban yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Frekuensi ini diukur dari putaran generator pembangkit. Besar frekuensi yang dipakai di Indonesia sebesar 50 Hz. Ini berarti generator di seluruh pembangkit tiap detiknya harus berputar 50 kali.

Sementara itu fluktuasi beban listrik disebabkan oleh 2 hal yakni besar daya listrik yang dipakai oleh pelanggan dan kesiapan pembangkit. Misal jika beban listrik naik berarti dapat dipastikan daya listrik yang dipakai pelanggan bertambah atau ada pembangkit yang turun tegangannya (trip). Penyebab pembangkittrip adalah pemeliharaan rutin dan kerusakan yang tak terduga sehingga terganggu aktivitasnya. Di sisi lain, frekuensi sebesar 50 Hz harus selalu dipertahankan. Toleransi perubahan hanya dimungkinkan kurang atau lebih 0,5 Hz.

Untuk mempertahankan frekuensi 50 Hz pembangkit dilengkapi dua sistem yakni Free Governor dan Load Frequency Control (LFC). Sistem Free Governor membuat pembangkit secara otomatis mengangkat beban yang bertambah. Sistem LFC sebenarnya hampir serupa dengan Free Governor namun LFC dapat memindahkan beban secara lebih cepat untuk mengantisipasi keadaan yang lebih darurat. Kedua sistem ini dapat dianalogikan pada mobil. Frekuensi dianalogikan dengan akumulasi putaran roda sedangkan beban dianalogikan dengan penumpang. Makin banyak penumpang makin berat beban yang ditanggung mobil. Untuk mempertahankan putaran rodanya agar kecepatannya tetap maka sang sopir perlu menekan pedal gas lebih dalam. Nah, pedal gas inilah yang menganalogikan Free Governor dan LFC. Jika beban terlampau berat maka ada penumpang yang diturunkan. Penumpang yang diturunkan sama saja dengan pemadaman. 


Dari Timur ke Barat

Sistem interkoneksi mengakomodir karakteristik energi listrik yang setelah diproduksi tidak bisa disimpan dan harus dipakai seketika itu juga. Maka dari itu sistem interkoneksi mengondisikan agar jaringan selalu teraliri listrik sesuai beban yang dibutuhkan. Dari situ pasokan listrik ke konsumen lebih merata dan andal. Faktanya saat ini kebanyakan pembangkit besar berada di Jawa bagian timur, sedangkan beban listrik terbesar berada di Jawa bagian barat.

Sistem interkoneksi juga berfungsi mempermudah penanganan dan pemulihan pada saat salah satu atau beberapa pembangkit dalam keadaan trip. Sistem interkoneksi memungkinkan adanya pembagian beban pada tiap pembangkit. Jika salah satu pembangkit mengalami trip maka beban pembangkit tersebut dialihkan kepada pembangkit-pembangkit lain. Jika sistem ini kelebihan beban maka PLN akan memadamkan listrik di beberapa daerah untuk agar kelebihan beban sistem terkurangi. Inilah keuntungan lain dari sistem interkoneksi. Sembari pembangkit yang tak beroperasi tadi dipulihkan, sistem masih tetap dapat berjalan. Beberapa objek vital seperti rumah sakit, kantor pemerintahan akan tetap dapat menjalankan aktivitasnya. Bandingkan jika sebuah daerah memiliki sebuah pembangkit tanpa terhubung dengan sistem interkoneksi. Saat pembangkit tersebut tak beroperasi maka dipastikan daerah itu akan terjadi padam total (blackout).


Sistem Island

Kemungkinan terjadinya pemadaman total (blackout) selalu ada. Jaringan SUTET dan SUTT yang terbuka memiliki potensi untuk terkena bencana seperti roboh karena angin badai atau tertabrak pesawat. Untuk mencegah blackout Sistem interkoneksi Jamali memiliki sebuah sistem pengaman. Saat keadaan cukup ekstrim akibat beban yang terlampau besar untuk dipikul sistem beberapa pembangkit akan secara otomatis memisahkan dari dari sistem interkoneksi. Selanjutnya pembangkit-pembangkit ini hanya beroperasi sesuai bebannya sendiri yakni dengan melayani konsumen di wilayah sekitarnya. Hal ini bisa mengurangi jumlah pelanggan yang tak terlayani listrik. Sistem ini disebut sistem Island.

Sistem ini tetap bertolok ukur pada frekuensi. Saat frekuensi turun hingga mencapai 48,30 Hz secara otomatis sistem Island aktif. Sebagai contoh adalah region Jawa Tengah dan DIY. Wilayah ini memiliki 3 “pulau” saat sistem Island aktif. Pertama, “Pulau Tambaklorok” yang mencakup wilayah mulai dari Pekalongan, Ungaran dan Cepu. Kedua, adalah “Pulau Cilacap” yang mencakup wilayah Tegal, Purwokerto hingga sebagian DIY. Pulau ketiga adalah “Pulau Dieng” yang melayani konsumen di sekitar Wonosobo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar